Sore
mengantarkanku lagi menemui malam. Sore yang agak berbeda dari pekan
sebelumnya, karena ada seseorang yang sibuk mengirimkan pesan di inbox facebook
ku, sebuah instansi pendidikan Islam terkemuka di Riau. Menemani saat aku hadir
di dunia maya itu, sibuk meminta nomor kontak, namun tak pernah sekalipun aku
memberikannya.
Lewat
usahanya, akhirnya dia berhasil mengirimkan pesan singkat di hapeku pada suatu
pagi, saat aku masih beres-beres kontrakan. Sebenarnya aku tau itu dia, dari
gelagat smsnya, seperti kenal tapi asing... dan aku pun pura-pura tak tau, sok
bertanya ini Hafid ya? Teman lamaku yang kemarin malam mengajak chat..
Perkataan
seperti anak panah, begitu cepat melesat, keluar, berlari....
Lama-lama
kehadirannya dalam dunia mayaku semakin jelas, sebagai sosok yang dekat,
bercerita tentang berbagai macam pengalaman dan kebiasaannya, pekerjaannya
hingga rencana pernikahannya ke depan. Begitu seterusnya permbicaraan ini
berlangsung, berjalan tanpa arah yang jelas. Saling merasa dekat dan nyaman. Sebuah
perasaan yang muncul setelah kebiasaan.
****
ANGIN dingin
menyembul dari celah-celah tirai yang membuka, mempersilahkan hawa dinginnya
menyapa setiap organ thermoreseptor makhluk hidup yang ada...
Minggu terakhir di
bulan mei.
Jam 04. 20 aku
terkesiap mendengar sebuah pesan singkat masuk ke hapeku sepagi ini.. pesan
singkat dari TELKOMSEL.. dengan mata yang
belum sempurna membuka, kuraba-raba selimutku, mencari benda berbentuk
persegi itu. tanggal 26 mei, jelas terpampang di layar hape, tinggal enam hari
lagi menuju Juni...
Antara sadar atau
tidak, aku bangun menuju kamar mandi, mencuci muka sedikit, lalu masuk lagi ke
kamar, mencari Laptopku yang tadi malam ku simpan di pojok. Tadi malam dia
memintaku untuk mengirimkan rancangan
penelitianku, jika aku sempat, tepat sekitar pukul 2 pagi aku baru membaca
pesan singkat itu. modem huawei milik temanku pun menjadi objek yang
kucari-cari di kegelapan kamar seperti ini, eh... gak enak hidupkan lampu,
khawatir menganggu kelelapan temanku.
Ku buka laman gmail.
Lalu membalas email darinya dengan sebuah rancangan penelitian. Semoga saja
bermanfaat, pikirku..
Sayup-sayup suara
orang mengaji terdengar di masjid di sebrang kontrakan, terdengar segar nan
indah... segera kututup lagi laptopku, setelah memastikan bahwa email sudah
terkirim. Setelah menyentuh ademnya air
dan sejuknya angin subuh, mataku perlahan membuka sempurna.
Sejak tiga minggu
terakhir, bangun sebelum subuh sudah lama tak kulakukan.. sepanjang malam
berkutat di depan Laptop dengan mesin printer yang menyala dan tumpukan kertas
yang berserakan. Tidur di atas jam 23. 00 dan alamat bangun setelah azan subuh
berkumandang di setiap penjuru.
***
Baik aku dan dia,
mungkin sudah kehabisan bahan cerita setiap kali berbicara via phone... setelah
bertanya kabar, setelah itu ejek-ejekan... beruntung jika ada bahan yang
menarik yang bisa dibagikan, jika tidak.. kita hanya diam...
“” Si bucuk dan
sikebong” menjadi bulan-bulanan aku dan dia, sebuah ejekan yang tak ampuh,
hanya meramaikan pembicaraan saja.....
“ Ape buat kak? ...
Selang beberapa menit ku kirim sms ini...
“ Udah makan adek? “
balasnya, memang satu ini bisa dimaklumi. Aku sendiri kadang bingung mau balas
apa jika ditanya lagi ngapain...
Bertegur sapa via
phone bukanlah hal yang menarik mungkin untuk orang yang belum pernah ketemu,
sama sekali.... Tapi entah apa yang membuat aku dan dia masih berkomunikasi
hingga saat ini..
“ Kita ketemu yuk
malam ini di Jakarta... “
“ Duh, adek tak bisa
kak....., lagi masa-masa pailit” gumamku...
Sebenarnya ini adalah
tawarannya yang kesekian kali, mengajak bertemu di ibukota atau di kota ini...
tapi, selalu saja aku menolak.. Alasanku
tak jauh dari finansial jika mengajak bertemu di Ibukota pada akhir bulan.
***
Rintik hujan jatuh
lagi menjelang sore. Petang seperti ini aku masih berada di angkot. Sepanjang
perjalanan aku asyik menikmati kabut yang hampir menutupi langit dari balik
jendela angkot, suasana yang temaram nan sejuk... deringan klakson dari
berbagai jenis kendaraan terdengar berkali-kali, seolah-olah anak kecil yang
tak peduli pada keadaan, tetap saja merengek, padahal semua kendaraan sedang
terjebak dalam situasi yang sama, yaitu macet.
Aku iseng
mengirimkan pesan singkat padanya, sekedar say hello untuk hari ini, sebelum
dia benar-benar menghilang. Dengan penampilan yang mulai kusam, setelah
setengah hari sibuk mencari dan memilih kenang-kenangan yang tepat diberikan
kepada guru pamong, aku pun mengakui bahwa kali ini aku pantas dipanggil bucuk
olehnya.
“ Kk bucuk, lagi
ngapain?” pesan terkirim
“ Tak adelah.. “
pesan terjawab.
Sssttt...... diam
beberapa lama...
“ Kk ape kabar? “
“ Alhamdulillah
sehat”... tuuuttt... sms terputus lagi...
Kulemparkan lagi
pandanganku ke luar, melihat-lihat bangunan tua yang masih berjejer rapi dan
menjadi ciri khas kota ini.. dari Landmark, trotoar yang bermarmer orange, bank
Indonesia, gedung-gedung sekolah peninggalan Belanda.. Seakan menjadi saksi
bisu bahwa benar kota ini pernah menjadi lautan api...
Jajanan khas kota
ini pun sudah mulai digelar, mungkin sejak pagi.. sangat padat.. memenuhi
hampir setiap sisi jalan. Dari yang berjualan ketan bakar, cireng, roti kukus
dan roti bakar, cilok, aneka macam gorengan dengan saus kacang, es royo-royo,
soto Bandung, Brownies amanda, dan beragam makanan berat lainnya.. Cukup
menjadi alasan bagi pejalan kaki untuk berhenti sejenak dan membeli...
Aku sibuk
mengotak-atik hapeku, membaca pesan singkatnya yang dahulu-dahulu, beginilah
kalau pergi sendirian. Celingkukan karena tak ada teman ngobrol. Tapi
sejujurnya aku lebih senang berpergian sendiri, karena tak ada yang bakal
direpotkan...
“ Kk, sudah makan? “
Akhirnya ku kukirim juga, setelah sejenak berpikir dikirim atau tidak.
“ Udah adek... “
pesan terjawab.
Sms terputus lagi.
Dia mulai sibuk
memanggilku dengan berbagai macam panggilan, di mulai dari Husna yang pertama
kali, lalu Ummah sejak tau nama asliku, lalu adek dengan alasan biar dekat,
lalu bucuk, lalu sayang... Dia memang senang bercanda. Senang sekali meminta
kiss, ku tanggapi sebagai candaan saja atau mungkin aslinya memang seperti itu?
“ Kadang berbicara padanya pada tengah malam merupakan hal yang menarik, karena
kita selalu membicarakan hal-hal yang serius, walaupun sekedar berbicara
saja... Kenapa laki-laki lebih dulu berubah dibanding wanita? Pikirku.. Komunikasi
seperti ini memang membosankan..
****
Aku kehilangan
semangat akhir-akhir ini, di tambah lagi dia yang selalu membuatku tertawa
sudah semakin memudar. Tapi aku pun tak bisa melakukan apa-apa, kita hanya
berteman, yah.. tanpa kepentingan! Jadi biarkan langit mengambil lagi.
Aku teringat dengan
pembicaraan kita di awal-awal “bertemu”.. sangat hangat dan menyenangkan...
tapi, aku juga menyadari tak mungkin suasananya akan selalu sama dan yang
dibicarakan akan tetap sama. Mungkin lebih baik menjaga komunikasi dari jauh
saja dulu, dengan tidak saling bertegur sapa lagi, kembali ke kebiasaan awal.
***
Beberapa pekan
kemudian....
Langit sudah
sempurna menghitam, dengan cahaya lampu neon dan beragam lampu lainnya sebagai
pengganti sinar matahari di malam hari..
Tepat sudah beberapa
pekan aku tak pernah lagi mengirimkan pesan singkat untuknya, walau terkadang
ingin sekali bertanya kabar, tapi aku langsung memilih diam, dan tidak memulai
duluan. Aku pun tenggelam dalam kesibukanku menyelesaikan tugas akhir kuliah
ini.. dan mungkin dia juga sibuk mempersiapkan dirinya untuk kuliah magister.
Skype, YM dan
Facebook, jejaring sosial yang biasa kita gunakan pun menjadi diam. Tak ada
acara like-like-an lagi, ngajak Chat atau skype.
Malam senin di
pertengahan Juni...
Aku ingat malam ini
adalah jadwal rutinnya maen futsal. Yah, aku membayangkan dia memakai kostum
bola putih-putih lalu menendang bola dengan gesitnya dengan keringat yang
bercucuran.. lama sudah aku tak mendapat kabar darinya, mengabarkan padaku,
kalo dia mau futsal dulu... lalu aku berpesan “ Selamat berolahraga”
Seperti pacaran
bukan? Mirip sekali, saling perhatian tanpa ada sebutan nama. Tapi itu
berlangsung dulu, sejak februari akhir hingga akhir Mei...
Akhir Juni sudah
semakin dekat, tanggal 28 Juni merupakan jadwal sidang yang sudah ditetapkan
kampus bagi mahasiswa yang ingin wisuda pada bulan agustus.. nafasku seperti
tersengal ketika membayangkan hari itu, bisakah aku menyusul? Bisakah aku
memenuhi tantangan dosen pembimbingku untuk wisuda agustus ini?
Semakin mendekati
hari H, tidur dan makanku semakin tidak teratur. Makan ketika perut benar-benar
sudah mengaduh, tidur ketika mata sudah
hampir tertutup. Aku teringat perjuangan Daus dalam Novel “ Negeri Van
Orange” yang melakukan pengorbanan besar
untuk mendapat gelar master. Sebuah
novel yang menginspirasi.
“ Kamu bisa
melakukan ini Ummah, padahal kan baru skripsi. Kalo serius mah, 3 hari juga
beres” Nasehat profesorku yang kupilih januari lalu sebagai pembimbing skripsi.
Satu nasehat yang langsung menonjokku, targetku menyelesaikan skripsi satu
semester hampir mendekati.. saat seperti ini benar-benar berubah menjadi hamba
yang shaleh..)
Lama-lama aku
menyadari, bahwa kemungkinan untuk bertemu dengannya sudah semakin menipis,
terang saja.. sudah beberapa lama aku dan dia vakum, alih-alih mau ketemu
langsung, bertegur sapa saja sudah tak lagi.
Rutinitasku
menyelesaikan skripsi ini membuatku tak terlalu memikirkannya, dan mungkin juga
dia disana, pikirku sesekali. Sesekali aku membuka profil facebooknya ketika
aku sedang online.. sekedar ingin tahu status terbaru darinya.. jujur ada rasa
rindu, rindu untuk bergurau lagi...
***
Aku percaya dengan
sebuah kalimat “ Apa yang kita usahakan takkan pernah sia-sia” Allah menjawab
do’aku... Entahlah, bagaimana rasa lega itu mampu menjawab semua kegundahan
yang sudah menyelinap beberapa bulan. Aku menyelesaikan tugas ini.
***
Langit seakan-akan
menampakkan wajah terharunya, seketika aku terbayang dengan sosok ibu, yang
mungkin akan menemaniku saat-saat seperti ini. Berpose bertiga dengan bapak di
belakang background khas wisudaan. Tak terasa, ujung kelopak mataku semakin
berat oleh air mata, ketika membayangkan sosok beliau yang sudah lama pergi.
Ingin sekali aku menyalami beliau hari ini, lalu mencium pipinya dan
mengucapkan banyak terima kasih. “ Ibu, pernahkah aku membuatmu bangga? “
***
Minggu pertama di
bulan Juli..
Minggu ini aku siap
berkemas, sibuk menyiapkan barang-barang yang akan diangkut pulang, termasuk
buku-buku kuliah dan buku-buku non-kuliah. Sibuk mencari oleh-oleh yang akan
kubagi-bagikan pada 7 keponakanku yang sudah lama menanti kedatanganku, lebih
tepatnya menanti oleh-olehku.
aku sudah membooking
tiket pulang ke Pekanbaru, entah kenapa aku begitu nekat, yah aku ingin
memenuhi janjiku, bertemu dengan nya sekali saja, tepatnya setelah tugas s1 ku
beres. Kali ini aku tak memberi kabar padanya, aku ingin mengabari ketika aku
sudah di bandara pekanbaru, terserah dia lagi ngapain, pokoknya dia harus
jemput aku. Pikirku membayangkan. Pertemuan
yang sejak lama dinanti-nanti. Dari Februari....
Entahlah, Kenapa
Tuhan mengenalkan aku dengannya? Seketika aku ingin tau akhir dari kisah ini.
Bisakah berbaring menatap langit menulis di atas awan tanpa batas? “