Minggu, 27 Mei 2012

Perjalanan melihat langit dari dekat


Sore mengantarkanku lagi menemui malam. Sore yang agak berbeda dari pekan sebelumnya, karena ada seseorang yang sibuk mengirimkan pesan di inbox facebook ku, sebuah instansi pendidikan Islam terkemuka di Riau. Menemani saat aku hadir di dunia maya itu, sibuk meminta nomor kontak, namun tak pernah sekalipun aku memberikannya.

Lewat usahanya, akhirnya dia berhasil mengirimkan pesan singkat di hapeku pada suatu pagi, saat aku masih beres-beres kontrakan. Sebenarnya aku tau itu dia, dari gelagat smsnya, seperti kenal tapi asing... dan aku pun pura-pura tak tau, sok bertanya ini Hafid ya? Teman lamaku yang kemarin malam mengajak chat..
Perkataan seperti anak panah, begitu cepat melesat, keluar, berlari....
Lama-lama kehadirannya dalam dunia mayaku semakin jelas, sebagai sosok yang dekat, bercerita tentang berbagai macam pengalaman dan kebiasaannya, pekerjaannya hingga rencana pernikahannya ke depan. Begitu seterusnya permbicaraan ini berlangsung, berjalan tanpa arah yang jelas. Saling merasa dekat dan nyaman. Sebuah perasaan yang muncul setelah kebiasaan.

****
ANGIN dingin menyembul dari celah-celah tirai yang membuka, mempersilahkan hawa dinginnya menyapa setiap organ thermoreseptor makhluk hidup yang ada...
Minggu terakhir di bulan mei.
Jam 04. 20 aku terkesiap mendengar sebuah pesan singkat masuk ke hapeku sepagi ini.. pesan singkat dari TELKOMSEL.. dengan mata yang  belum sempurna membuka, kuraba-raba selimutku, mencari benda berbentuk persegi itu. tanggal 26 mei, jelas terpampang di layar hape, tinggal enam hari lagi menuju Juni...

Antara sadar atau tidak, aku bangun menuju kamar mandi, mencuci muka sedikit, lalu masuk lagi ke kamar, mencari Laptopku yang tadi malam ku simpan di pojok. Tadi malam dia memintaku untuk  mengirimkan rancangan penelitianku, jika aku sempat, tepat sekitar pukul 2 pagi aku baru membaca pesan singkat itu. modem huawei milik temanku pun menjadi objek yang kucari-cari di kegelapan kamar seperti ini, eh... gak enak hidupkan lampu, khawatir menganggu kelelapan temanku.
Ku buka laman gmail. Lalu membalas email darinya dengan sebuah rancangan penelitian. Semoga saja bermanfaat, pikirku..
Sayup-sayup suara orang mengaji terdengar di masjid di sebrang kontrakan, terdengar segar nan indah... segera kututup lagi laptopku, setelah memastikan bahwa email sudah terkirim.  Setelah menyentuh ademnya air dan sejuknya angin subuh, mataku perlahan membuka sempurna.

Sejak tiga minggu terakhir, bangun sebelum subuh sudah lama tak kulakukan.. sepanjang malam berkutat di depan Laptop dengan mesin printer yang menyala dan tumpukan kertas yang berserakan. Tidur di atas jam 23. 00 dan alamat bangun setelah azan subuh berkumandang di setiap penjuru.
***

Baik aku dan dia, mungkin sudah kehabisan bahan cerita setiap kali berbicara via phone... setelah bertanya kabar, setelah itu ejek-ejekan... beruntung jika ada bahan yang menarik yang bisa dibagikan, jika tidak.. kita hanya diam...
“” Si bucuk dan sikebong” menjadi bulan-bulanan aku dan dia, sebuah ejekan yang tak ampuh, hanya meramaikan pembicaraan saja.....
“ Ape buat kak? ... Selang beberapa menit ku kirim sms ini...
“ Udah makan adek? “ balasnya, memang satu ini bisa dimaklumi. Aku sendiri kadang bingung mau balas apa jika ditanya lagi ngapain...
Bertegur sapa via phone bukanlah hal yang menarik mungkin untuk orang yang belum pernah ketemu, sama sekali.... Tapi entah apa yang membuat aku dan dia masih berkomunikasi hingga saat ini..
“ Kita ketemu yuk malam ini di Jakarta... “
“ Duh, adek tak bisa kak....., lagi masa-masa pailit” gumamku...
Sebenarnya ini adalah tawarannya yang kesekian kali, mengajak bertemu di ibukota atau di kota ini... tapi, selalu saja aku menolak..  Alasanku tak jauh dari finansial jika mengajak bertemu di Ibukota pada akhir bulan.

***
Rintik hujan jatuh lagi menjelang sore. Petang seperti ini aku masih berada di angkot. Sepanjang perjalanan aku asyik menikmati kabut yang hampir menutupi langit dari balik jendela angkot, suasana yang temaram nan sejuk... deringan klakson dari berbagai jenis kendaraan terdengar berkali-kali, seolah-olah anak kecil yang tak peduli pada keadaan, tetap saja merengek, padahal semua kendaraan sedang terjebak dalam situasi yang sama, yaitu macet.
Aku iseng mengirimkan pesan singkat padanya, sekedar say hello untuk hari ini, sebelum dia benar-benar menghilang. Dengan penampilan yang mulai kusam, setelah setengah hari sibuk mencari dan memilih kenang-kenangan yang tepat diberikan kepada guru pamong, aku pun mengakui bahwa kali ini aku pantas dipanggil bucuk olehnya.

“ Kk bucuk, lagi ngapain?” pesan terkirim
“ Tak adelah.. “ pesan terjawab.
Sssttt...... diam beberapa lama...
“ Kk ape kabar? “
“ Alhamdulillah sehat”... tuuuttt... sms terputus lagi...
Kulemparkan lagi pandanganku ke luar, melihat-lihat bangunan tua yang masih berjejer rapi dan menjadi ciri khas kota ini.. dari Landmark, trotoar yang bermarmer orange, bank Indonesia, gedung-gedung sekolah peninggalan Belanda.. Seakan menjadi saksi bisu bahwa benar kota ini pernah menjadi lautan api...
Jajanan khas kota ini pun sudah mulai digelar, mungkin sejak pagi.. sangat padat.. memenuhi hampir setiap sisi jalan. Dari yang berjualan ketan bakar, cireng, roti kukus dan roti bakar, cilok, aneka macam gorengan dengan saus kacang, es royo-royo, soto Bandung, Brownies amanda, dan beragam makanan berat lainnya.. Cukup menjadi alasan bagi pejalan kaki untuk berhenti sejenak dan membeli...
Aku sibuk mengotak-atik hapeku, membaca pesan singkatnya yang dahulu-dahulu, beginilah kalau pergi sendirian. Celingkukan karena tak ada teman ngobrol. Tapi sejujurnya aku lebih senang berpergian sendiri, karena tak ada yang bakal direpotkan...

“ Kk, sudah makan? “ Akhirnya ku kukirim juga, setelah sejenak berpikir dikirim atau tidak.
“ Udah adek... “ pesan terjawab.
Sms terputus lagi.
Dia mulai sibuk memanggilku dengan berbagai macam panggilan, di mulai dari Husna yang pertama kali, lalu Ummah sejak tau nama asliku, lalu adek dengan alasan biar dekat, lalu bucuk, lalu sayang... Dia memang senang bercanda. Senang sekali meminta kiss, ku tanggapi sebagai candaan saja atau mungkin aslinya memang seperti itu? “ Kadang berbicara padanya pada tengah malam merupakan hal yang menarik, karena kita selalu membicarakan hal-hal yang serius, walaupun sekedar berbicara saja... Kenapa laki-laki lebih dulu berubah dibanding wanita? Pikirku.. Komunikasi seperti ini memang membosankan..

****
Aku kehilangan semangat akhir-akhir ini, di tambah lagi dia yang selalu membuatku tertawa sudah semakin memudar. Tapi aku pun tak bisa melakukan apa-apa, kita hanya berteman, yah.. tanpa kepentingan! Jadi biarkan langit mengambil lagi.
Aku teringat dengan pembicaraan kita di awal-awal “bertemu”.. sangat hangat dan menyenangkan... tapi, aku juga menyadari tak mungkin suasananya akan selalu sama dan yang dibicarakan akan tetap sama. Mungkin lebih baik menjaga komunikasi dari jauh saja dulu, dengan tidak saling bertegur sapa lagi, kembali ke kebiasaan awal.

***
Beberapa pekan kemudian....
Langit sudah sempurna menghitam, dengan cahaya lampu neon dan beragam lampu lainnya sebagai pengganti sinar matahari di malam hari..
Tepat sudah beberapa pekan aku tak pernah lagi mengirimkan pesan singkat untuknya, walau terkadang ingin sekali bertanya kabar, tapi aku langsung memilih diam, dan tidak memulai duluan. Aku pun tenggelam dalam kesibukanku menyelesaikan tugas akhir kuliah ini.. dan mungkin dia juga sibuk mempersiapkan dirinya untuk kuliah magister.
Skype, YM dan Facebook, jejaring sosial yang biasa kita gunakan pun menjadi diam. Tak ada acara like-like-an lagi, ngajak Chat atau skype.
Malam senin di pertengahan Juni...
Aku ingat malam ini adalah jadwal rutinnya maen futsal. Yah, aku membayangkan dia memakai kostum bola putih-putih lalu menendang bola dengan gesitnya dengan keringat yang bercucuran.. lama sudah aku tak mendapat kabar darinya, mengabarkan padaku, kalo dia mau futsal dulu... lalu aku berpesan “ Selamat berolahraga”

Seperti pacaran bukan? Mirip sekali, saling perhatian tanpa ada sebutan nama. Tapi itu berlangsung dulu, sejak februari akhir hingga akhir Mei...

Akhir Juni sudah semakin dekat, tanggal 28 Juni merupakan jadwal sidang yang sudah ditetapkan kampus bagi mahasiswa yang ingin wisuda pada bulan agustus.. nafasku seperti tersengal ketika membayangkan hari itu, bisakah aku menyusul? Bisakah aku memenuhi tantangan dosen pembimbingku untuk wisuda agustus ini?
Semakin mendekati hari H, tidur dan makanku semakin tidak teratur. Makan ketika perut benar-benar sudah mengaduh, tidur ketika mata sudah  hampir tertutup. Aku teringat perjuangan Daus dalam Novel “ Negeri Van Orange”  yang melakukan pengorbanan besar  untuk mendapat gelar master. Sebuah novel yang menginspirasi.
“ Kamu bisa melakukan ini Ummah, padahal kan baru skripsi. Kalo serius mah, 3 hari juga beres” Nasehat profesorku yang kupilih januari lalu sebagai pembimbing skripsi. Satu nasehat yang langsung menonjokku, targetku menyelesaikan skripsi satu semester hampir mendekati.. saat seperti ini benar-benar berubah menjadi hamba yang shaleh..)

Lama-lama aku menyadari, bahwa kemungkinan untuk bertemu dengannya sudah semakin menipis, terang saja.. sudah beberapa lama aku dan dia vakum, alih-alih mau ketemu langsung, bertegur sapa saja sudah tak lagi.
Rutinitasku menyelesaikan skripsi ini membuatku tak terlalu memikirkannya, dan mungkin juga dia disana, pikirku sesekali. Sesekali aku membuka profil facebooknya ketika aku sedang online.. sekedar ingin tahu status terbaru darinya.. jujur ada rasa rindu, rindu untuk bergurau lagi...

***
Aku percaya dengan sebuah kalimat “ Apa yang kita usahakan takkan pernah sia-sia” Allah menjawab do’aku... Entahlah, bagaimana rasa lega itu mampu menjawab semua kegundahan yang sudah menyelinap beberapa bulan. Aku menyelesaikan tugas ini.

***
Langit seakan-akan menampakkan wajah terharunya, seketika aku terbayang dengan sosok ibu, yang mungkin akan menemaniku saat-saat seperti ini. Berpose bertiga dengan bapak di belakang background khas wisudaan. Tak terasa, ujung kelopak mataku semakin berat oleh air mata, ketika membayangkan sosok beliau yang sudah lama pergi. Ingin sekali aku menyalami beliau hari ini, lalu mencium pipinya dan mengucapkan banyak terima kasih. “ Ibu, pernahkah aku membuatmu bangga? “

***
Minggu pertama di bulan Juli..
Minggu ini aku siap berkemas, sibuk menyiapkan barang-barang yang akan diangkut pulang, termasuk buku-buku kuliah dan buku-buku non-kuliah. Sibuk mencari oleh-oleh yang akan kubagi-bagikan pada 7 keponakanku yang sudah lama menanti kedatanganku, lebih tepatnya menanti oleh-olehku.

aku sudah membooking tiket pulang ke Pekanbaru, entah kenapa aku begitu nekat, yah aku ingin memenuhi janjiku, bertemu dengan nya sekali saja, tepatnya setelah tugas s1 ku beres. Kali ini aku tak memberi kabar padanya, aku ingin mengabari ketika aku sudah di bandara pekanbaru, terserah dia lagi ngapain, pokoknya dia harus jemput aku. Pikirku membayangkan.  Pertemuan yang sejak lama dinanti-nanti. Dari Februari....

Entahlah, Kenapa Tuhan mengenalkan aku dengannya? Seketika aku ingin tau akhir dari kisah ini. Bisakah berbaring menatap langit menulis di atas awan tanpa batas? “






Jumat, 04 Mei 2012

aku tak bisa memanggil beliau Almarhumah


Malam ini serasa kau ada disini, menyemangatiku dan mengatakan " mamak akan selalu mendoakanmu nak,...." seperti itulah kata-katamu tiap kali menutup telpon, simpel memang, tapi aku tau doamu langsung melesap ke langit, tak seperti doaku padamu, yang tersendat-sendat, tak semurni cintamu padaku.
Aku selalu mengabarimu tentang suatu hal, yang menurutku itu perlu kukabari.

Seperti aku mau ikut lomba, aku dapat beasiswa, aku dapat kerja, atau nilaiku yang menaik atau menurun. Sekedar memberi tahu saja, mungkin aku menganggap itu hal biasa, tapi aku tak tau, dengan menyampaikan hal itu, apakah kau senang mak?

Mak, besok aku mau seminar proposal, menyampaikan rencana penelitianku di depan orang banyak. Mak, aku tau jika kau masih ada, kau pasti akan bilang, " mamak selalu mendoakanmu nak... "
Pun, malam ini aku merasa kehilangan untuk kesekian kali, aku kehilangan tempatku mengabari "kabar kecil" ku ini....

Mak, orang-orang kini menyebutmu dengan gelar di depannya " almarhumah", tapi kenapa serasa aku tak bisa mengucapkan hal itu, kusebut saja "mamak-ku" tanpa gelar didepannya... Sebab, aku memang tak biasa.. Sebab lain juga, karena aku merasa kau masih ada disini, seperti biasa.. Kita memang selalu jauh, aku di Bandung dan kau ada di rumah, hanya saja sudah lama aku tak menelponmu, yah... Itulah anggapanku mak.

Mak, malam ini malam jumat... Aku selalu ingat, jika aku ada dirumah, kau selalu menyuruhku untuk membaca surah Yasiinn, al-Mulk... Aku tak mau bertanya, kenapa harus surah itu? Aku kadang membaca saja, sekedar membaca yasiinn saja, tanpa surah al-Mulk.. 

Mak, setelah lama, dan setelah kau tiada lagi, aku belum sempat bertanya, kenapa harus surah itu?
Aku baru mengetahui setelah aku membaca beberapa buku-buku, kenapa surah itu special dibaca.
Mak, pernahkah aku membanggakanmu? 

Terang saja, bahagiaku kini tak sebahagia dulu, ketika kau ada... Serasa ada yang kurang, karena kau tak ada.
Kau selalu senang setiap kali aku pulang, kau tak pernah mau tidur bersama bapak ketika aku pulang, kau selalu mengajakku untuk tidur bersamamu, ahh.. Bagimu, aku memang masih kecil.
Kau selalu berusaha memasakkan masakan yang aku suka tiap kali aku pulang, karena kau bilang " aku juga jarang pulang". Kau berhasil mengubah hal sederhana menjadi hal yang luas biasa mak, rumah tak pernah sepi dari makanan dan pijitanmu ketika aku ada di dekatmu.. 

Mak, sedikit saja aku sakit.. Kecemasanmu melebihi kecemasanku terhadap diriku sendiri.
Aku selalu mengusik tidurmu mak, aku tau itu. Sejak aku kecil, ketika aku sakit.. Hingga aku dewasa menurut versiku, kau masih menganggapku anak kecil, yang harus dimanja ketika sakit, dimasakkan bubur nasi, agar aku mudah menelan, dimasakkan makanan yang aku suka, menggantikan teh panas setiap waktu, walau tak kusadari, tapi aku sadar teh itu selalu terasa hangat ketika aku terjaga dan mau meminumnya, belum lagi kau yang rutin menggantikan kompresku, walau aku telah tertidur pulas, menarik selimutku agar sempurna menutupi tubuhku, serasa tak rela angin menyelusup masuk. Belum lagi tanganmu yang cekatan memijatku, tak perlu aku beri tau, yang ini mak, yang itu mak.. Belum lagi kau yang rajin mengolesi minyak hangat dibagian tubuhku yang dingin, mengaji di sampingku, memegang tanganku erat, sekedar memastikan bahwa kau tak meninggalkanku.. 

Pun setelah aku sehat, rasa senangmu melebihi senangku terhadap diriku sendiri. aku lupa mengucapkan "terima kasih", aku benar-benar lupa, bukan lupa.. Memang karena aku tak biasa mengucapkan kata-kata seperti itu padamu. 


Aku suka mengantarkanmu mak, kemana kau mau pergi.. Pagi-pagi aku sudah siap memanaskan motor, yah aku senang mengantarmu ke pasar, kita berkeliling mencari sayur, ikan, atau apapun itu. Walau jalannya sempit, aku selalu memaksakan agar kau tak turun dari boncenganku.. Tapi tetap saja kau memaksaku, kau mau turun disini.. Yah.. Aku turuti saja mak, walau sebenarnya masih bisa menyalip ke jalan itu menggunakan motor. Karena aku jarang-jarang bisa mengantarkanmu kepasar,...

Banyak sekali pekerjaan "kecil" yang kulakukan rutin tiap kali aku pulang, kau memintaku memasukkan benang ke dalam lubang jarum, memintaku mengolesi minyak mesin jahit ke mesin jahit tuamu, menyetrika kan bajumu, mengantarkanmu kemana kau mau pergi, menemanimu ke pengajian, membantumu masak.
Aku akan rindu dengan pekerjaan-pekerjaan 'kecil" itu setiap kali aku pulang mak.. Dengan siapa aku kepasar, tak akan ada lagi yang memintaku memasukkan jarum ke lubang benang, mengolesi minyak ke mesin jahit, ah.. Entahlah.. Semua pergi begitu saja mak. 

Aku senang, aku masih bisa melihatmu saat-saat terakhir itu, walau aku tak bisa ada disampingmu saat malaikat datang menjemputmu, tapi aku senang bisa ikut memandikanmu, menyolatkanmu dan melihat kau di makamkan ke tempat terakhirmu.
Kaku sekali, dingin membeku, pucat memasih, diam membisu.. Begitulah kondisimu, saat pertama kali aku pulang melihatmu mak...

Sudah ada kain yang menutup sempurna tubuhmu, dengan tanganmu yang dilipat, persis sekali aku melihat senyum terakhirmu mak..
Aku cium kau lekat-lekat... Aku dekap tanganmu yang telah melipat itu, aku cium lagi kau lekat-lekat, aku membisikkan permohonan maaf ke telingamu, sekuat mungkin kutahan tangisku, kupersiapkan diriku selama diperjalanan mau pulang itu. .
Terima kasih mak, atas semua kasih sayangmu sejak kau lahirkan aku hingga akhir hayatmu, atas semua kasih sayang yang belum kubalas, atas semua perhatian tulusmu, atas semua doa mu, atas emua masakan enakmu, atas semua nasehatmu.

Perubahan kecil


Kota kembang,,,,,
Kata-kata itu selalu terlintas dalam imajinasiku, hampir selalu menjadi bahan cerita di tiap sela  luangku..
Kota itu seakan-akan mempunyai daya magnet, sehingga selalu memancing adrenalinku untuk melihat nya lewat pesawat televisi.
Bagaimana tidak,aku yang secara tak sengaja mendaftarkan diriku menjadi salah satu peserta PMDK, meski saat itu di suruh oleh guruku.. aku yang tak pikir panjang langsung aja menerima tawaran itu..
Masih lekat rasanya waktu itu tentang cita-cita ku dari kecil, aku ingin menjadi pelaut.. hah?? Mengapa tidak???  Atau menjadi bidan atau sekolah di hukum internasional.... yang penting gak jadi guru aja, jawab hatiku ketus..
Menjadi guru adalah hal yang menyakitkan menurut hematku, yah karena aku seirng mendengar gelar-gelar khusus yang dinobatkan oleh teman-temanku untuk guru-guru tertentu, misalnya aja Ibu Doraemon, Ibu Betty La fea, dan banyak lagi.. :D

Ini sudah jadi rencana Allah yang begitu indah untukku....
Ini bukti bahwa Dia sangat menyayangi hamba-Nya..
Setiap kesulitan pasti ada kemudahan...”””

Masih kuingat, tepat tanggal 27 juli 2008 aku dan sahabatku tiba di kota kembang ini, serasa mimpi aku dapat menginjakkan kakiku disini, kota yang sebelumnya tak pernah ada dalam list imajinasiku.... tapi terkadang itulah yang baik untuk kita, meskipun entah sampai kapan kita baru menyadarinya
Malam itu aku tiba dikota ini, seperti film bollywood rasanya.. kedatanganku disambut dengan hujan rintik-rintik, sayang nya gak ada lagu “Kabhi Khusi Kabhi Gammmm’ (ejaan salah, jangan diprotes)
Malam itu tidak ada yang menjemput kedatangan kami, kayak di sinetron2 (penjemput menulis nama orang yang dicarinya_red), aku ingat pesan ibuku dirumah ketika aku akan berangkat, ucapkan salam ketika pertama kali kau menginjakkan kaki di kota itu..”

Secepat kilat kuucapakan salam dan bismillah dalam hati saat pesawat merpati boeing xxx (lupa nomor boeing nya) mendarat di bandara Adi Sucipto...
Itu adalah pengalaman pertamaku naik pesawat, takutnya minta ampunn,,, berangkat tanpa diantar keluarga, hanya niat tekad dan uang saja aku dan sahabatku Riyanti terbang ke sini untuk melanjutkan pendidikan..
Aku dan Riyanti hanya disuruh naik taksi warna biru dan bilang aja ke Gerlong .. jawab kakak kelas ku yang gak jadi jemput di bandara...

Rasa takut semakin menjadi-jadi malam itu, bagaimana tidak aku dan Riyanti yang tak tau apa-apa dan dimana letak gerlong itu.. Sekali lagi dengan  mengucapkan bismillah, kami memutuskan untuk menuruti saja apa yang kakak kelasku bilang..

Bade kemana neng??” ucap sopir itu, aku tau ini kalimat pertanyaan, meski aku tak tau apa artinya.. Alhamdulillah sahabatku Riyanti sudah dibekali bahasa sunda dengan saudaranya, karena sahabatku itu orang Jawa. “Gerlong pak...” jawab Riyanti..
Taksi yang membawa kami menuju tempat yang akhirnya kami huni saat ini melaju dengan cepat di antara titik-titik air yang semakin deras jatuh ke bumi... Suasana yang dingin langsung menyusup ke pori-pori ku, ternyata kota ini memang sangat dingin .. fikirku.

****
Selang beberapa bulan akupun telah menjadi mahasiswa,,, tepatnya mahasiswa rantau, di sinilah perjalanan panjang kumulai.. dengan berbagai rasa (kayak permen nano-nano...)

Waktu masuk semester 2, aku kan ngontrak matkul pendidikan agama islam, nah disini kita peserta tutorial (lembaga yang mengelolah matkul IPAI/lembaga yang terintegrasi dengan matkul IPAI)  diperkenalkan kalo di PT(program tutorial) ada 2 program, yaitu Binder dan Member. Jujur sih, semulanya aku tak tertarik, mungkin karena aku berlatar belakang anak band( hehheheh,,,, dulu),

Coz aku menurut hematku, binder dan member itu untuk orang-orang yang kayak sahabatku riyanti, sudah paham agama, rajin ngaji, tapi karena teman sekosanku Riyanti ikut dua-duanya, aku juga tidak boleh kalah dong.... Mau tidak mau, aku datang ke sekre PT untuk mendaftar jadi Binder, kemudian di hari lainnya aku mendaftar juga jadi Member.

Allah memudahkan jalanku, aku lulus jadi binder(hehehe, emang ada penyeleksiannya, tp rata- rata pada lulus koq), inget banget aku.. Dulu aku di tes ngaji, di tanyain "apa yang kamu ketahui tentang dakwah" Dakwah??? Apa yah, aku bilang aja mengajak kepada kebaikan, aku ingat guru agamaku ketika SMA pernah bilang kata itu.

Alhamdulillah, akhirnya aku bisa jadi Binder...  Selama jadi Binder, kami benar2 di didik, di cas, di daur ulang, di hidupkan(semangatnya)... Pokok nya yang berbau2 semangat lah.
Hmmm, dari situlah aku berubah... Berubah?? Gak tau sih, pantasnya dibilang berubah atau tidak. ...

Aku baru belajar berjilbab ketika duduk di kelas 3 SMA akhir, berawal dari sebuah drama...
Aku terpilih menjadi pemeran dalam satu drama yang akan ditampilkan tepat pada saat provinsiku ulang tahun, ...

Sahabatku Riyanti terkenal dalam hal bintang kelas, mungkin Aku lebih dikenal dalam dunia OSIS, karena pernah jadi wakil ketua OSIS. Di dunia perpuisian, di dunia permusikan...  aku adalah mantan gitaris, basist dan vokalis . Hehehehe. Percaya gak? Udah dech cerita masa cemerlang di waktu sekolah... Walaupun masa itu belum terulang lagi di masa kuliah sekarang. Hiks... Hiks...  -________-

Hmmm.. walaupun rada sebel gak jadi di tampilin dramanya, TAPI Aku mendapatkan yang lebih daripada itu, lebih dari sekedar nampil di provinsi, ... Alhamdulillah.
Dalam drama itu, aku dipercayakan untuk menjadi peran " ibu ". Huhhhhuuu, aku sudah tua ya?? Tak adakah peran yang agak muda2 dikit???  Atau peran utama gitu?? Yang penting main drama.

Pemeran perempuan dalam drama itu hanya 3 orang, selebihnya laki2, dan yang memakai kerudung itu hanya satu orang. Teman perempuanku memerankan peran "anak", saat itu ia udah berkerudung. Waktu itu hampir tiap hari aku harus latihan drama selepas pulang sekolah, belum lagi les, main musik (rental band)...

Nah, latihan dramanya kan mesti tiap hari, tiap hari pula aku lihat temanku yang juga baru mengenakan kerudung. Di sekolah berkerudung, di luar juga, wah aku bangga.
Dari situ aku mulai belajar memakai kerudung, walaupun hanya pada saat drama saja, disekolah gak.

Lama2 berkerudung hanya ketika latihan saja, membuat banyak sekali yang bertanya. Alasanku hanya satu, yaitu tidak punya seragam sekolah yang panjang2 dan bentar lagikan mau lulus, nanggung.

Allah memang Sang Pengatur yang Maha Baik, Maha Bijak, Maha penyayang, tak ada kata yang tak mungkin Kun fayakuun. Pas deket2 mau ujian nasional, aku diberikan rezeki lebih dan keluarga aku setuju ketika aku mau ganti seragam sekolah yang panjang2. alhamdulillah, akhirnya aku punya seragam baru...

Bak putri yang baru turun dari singgasana, yah begitulah perasaanku ketika pertama kali menginjakkan kaki di sekolah dengam tampilan yang berbeda, aku merasa semua langkah terhenti, mata tertuju... Hehehehe lebay.com!!! Indah Rabb, sangat indah. Teman2 cowok IPS yang biasanya suka ngegodain, eh malah bilang salam. Alhmdulillah jadi banyak do'a.

Untuk pertama kalinya setelah penampilanku berbeda, aku mendapatkan ujian.
Saat itu ada parade musik, aku yang biasanya selalu eksis, semenjak itu aku tak pernah muncul lagi di panggung/// weleh2... Panggung??? Panggung sandiwara kali. Ketika ada parade musik itu, aku merasa malu untuk tampil dan lebih memilih diam di rumah, berbeda banget dari biasanya.

*****
Kurasakan perubahan itu perlahan menyusup, indah,,, hanya Allah yang Mengetahui..
Aku dipertemukan dalam lingkaran-lingkaran kecil yang indah..
Disini, di Bandung aku memulai langkah baruku.
Berkat BINDER yang telah mendidikku, hingga aku mengenal jilbab yang panjang, mengenal rok, mengenal ukhuwah, mengenal  kata-kata akhwat, ikhwan, hijab, mentoring, dakwah.  Walaupun aku belum tentu jadi baik dan lebih baik dari pada dulu

Cokelatku


Memasuki dunia kampus, ternyata tak seindah yang kulihat di sinetron-sinetron. Banyak sekali tuntutan yang kurasakan, dari mulai tugas mandiri dari dosen, tugas organisasi, yah seputar-seputar itulah, kuliah-organisasi. 

Sekedar membaca materi kuliah yang ada dibuku atau di handout , sebenarnya sangat bisa kita lakukan. Sebab, datang ke kampus juga hanya mendengarkan dosen, ah rutinitas yang sangat menjenuhkan pikirku. Namun, kuliah sebenarnya tak hanya itu, duduk diam mendengarkan, apa yang dikatakan dosen seringkali memacu adrenalinku untuk mencoba, dan sering kali aku mengepalkan tangan saking semangatnya, setelah itu?

Kuliah sedikit banyak telah membentuk pola pikirku, cara pandangku terhadap suatu hal jadi lebih berbeda ketimbang dulu.
Menurutku juga, kuliah itu bikin sakit kepala tipe tegang. Bagaimana tidak, tugas bukan main banyaknya, kalau mau dapat nilai silahkan mengerjakan, kalau tidak silahkan mengulang kembali mata kuliah itu. Tidak memaksa memang, seperti tugas-tugas waktu SMA, tidak juga dipanggil-panggil sama dosen nya ketika belum mengumpulkan tugas. Ekspresi yang mantap memang, lempeng saja menyikapi mahasiswa nya sudah mengumpulkan atau tidak, tapi kita lihat saja nilai akhirnya nanti. Sangat lembut bukan?

Katanya kuliahlah karena ilmu, bukan karena nilai, tapi kalo gak dapat nilai yang sesuai harapan, kecewanya minta ampun.. menambah-nambah sakit kepala rasanya, penyakit semesteran ini namanya.

****
Bagiku, organisasi adalah wadah untukku mengembangkan potensi, potensi-potensi kecil seperti berani mengambil keputusan, mengeluarkan pendapat sesuai UUD ’45 (baca_berani ngomong), mengetahui macam-macam watak orang, dari orang tipe keras kepala, tidak bisa bekerja dalam tim, otoriter, sampai orang yang suka cuci tangan dan orang-orang yang mengambil peran sebagai pahlawan.
Jadi, aku memasukkan diriku dalam organisasi dengan kesadaran penuh,yaitu mau mencoba. Tak enak saja rasanya, jika hanya kuliah... eh, manalah bisa berteman dengan buku saja?

****
Aku merupakan tipe manusia pembangkang nomor satu, dilarang semakin ingin kucoba.
Seperti masa SMA dulu, dilarang main band, aku malah aktif jadi anak band, dilarang kebut-kebutan aku malah suka sangat, dilarang nongkrong, apalagi ini, sangat suka. Aku pun tau batasan mana yang tak boleh kulanggar dan batasan mana dimana aku harus tetap berada di jalurNya. Seperti merokok apalagi pake obat.. eh, kesadaran mana pula’ ini, muncul aksi penolakan secara langsung ketika disodorkan dengan teman-teman band. Aku yakin apa yang dituliskanNya di kitab yang sangat jarang kubaca itu adalah hukum tertinggi yang sangat harus kupatuhi, eh.. manalah aku tau apa saja yang diwajibkan itu, jika membukanya saja aku jarang.

****
Dunia kampus sangat berwarna, sama banyak warnanya dengan bunga-bunga yang ada dikebun. Silahkan saja pilih warna yang paling kau sukai, mau yang putih-hitam semua ada disini.eh, mana pula kampus berwarna? Bangunannya saja warna putih-putih aja dari dulu, tak berubah-ubah. Paling-paling berwarna keabu-abuan, kebiru-biruan, dan ke-ke-an yang lain, ergh... memang tak tetap, sama tak tetapnya seperti menetapkan kurikulum kampus, belum beres yang ini, eh dengar ada yang bagus di negeri orang malah dicoba lagi, mana lah pula kita bisa disamakan pak dengan mahasiswa sana. Apa bedanya kampus dengan pabrik koran kalo begitu? Kerjaannya sama-sama memproduksi terus, produksi orang dan produksi media. Lah, aku salah satu yang menjadi bahan produksinya.

****
Karena aku penyuka warna cokelat, akupun selalu memiliki warna cokelat dalam kegiatan-kegiatanku. Bukan berarti aku selalu memilih pakaian bermotif cokelat, atau apapun yang bernuansa cokelat, eh mana lah pula aku punya koleksi baju warna cokelat sebanyak itu.
Cokelat itu manis dan lembut menurutku, tapi ada ketegasan dan kelugasan di setiap benang cokelatnya, wah benar-benar penyakit lebay nomor satu ini. Mungkin ini pengaruh kuiah juga, pikiranku pun ikut jadi lebay... manalah pula kuliah bisa disalahkan, seperti tukang yang bodoh saja, yang selalu menyalahkan perkakasnya_


Yah, sekali lagi cokelat itu lembut. Aku berusaha menyikapi diriku sendiri dengan lembut, dengan menyikapi diriku secara lembut, mungkin aku bisa menyikapi orang lain secara lembut, bukankah semua harus dimulai dari diri sendiri? ah, pragmatis sekali ini orang.
Sekali untuk kedua kalinya, cokelat itu manis, sama menyatunya dengan alam, walau lebih dekat ke warna tanah memang. Entah mengapa, cokelat begitu saja sudah mampu membuatku lebih percaya diri, membuat kulit sawo matangku sedikit tertutupi, ini berlebihannya minta ampun.. sekalii hitam, hitam saja. 

Seperti mengejar layang-layang, mengharap jatuh ditempat tapi malah jatuh di tanah lain, dan aku harus berlari ke tanah itu, karena salah berdiri (baca_ salah mengharap)
Yah itulah aku, yang suka berlari-lari mengejar layang-layang. (baca_ yang suka bercita-cita tinggi, entah bagaimana caranya mencapai itu, simple saja, jika memang untukku, akan ada kemudahan didalamnya.

Bagaimana caranya mewujudkan semua itu? Ayam saja jika kelaparan mematut-matut tanah, sekedar mencari cacing untuk melintasi saluran cernanya, lalu bagaimana lah aku jika hanya diam saja? Bagaimana nasib baik akan menghampiri, melongo saja dia tak mau mungkin, ah manalah bisa seperti ini. 

Lalu, aku pun mencoba menjadi mahasiswa yang baik, baik dalam hal mendengarkan materi kuliah, bertanya untuk hal-hal yang tak kunjung kupahami, mengumpulkan tugas tepat waktu, ikut mengontrak mata kuliah persemester sesuai jatahnya, santai dan terburu-buru juga rasanya. Bagaimanapun, kuliah menyebabkan sakit kepala tipe tegang.