Minggu, 27 Mei 2012

Perjalanan melihat langit dari dekat


Sore mengantarkanku lagi menemui malam. Sore yang agak berbeda dari pekan sebelumnya, karena ada seseorang yang sibuk mengirimkan pesan di inbox facebook ku, sebuah instansi pendidikan Islam terkemuka di Riau. Menemani saat aku hadir di dunia maya itu, sibuk meminta nomor kontak, namun tak pernah sekalipun aku memberikannya.

Lewat usahanya, akhirnya dia berhasil mengirimkan pesan singkat di hapeku pada suatu pagi, saat aku masih beres-beres kontrakan. Sebenarnya aku tau itu dia, dari gelagat smsnya, seperti kenal tapi asing... dan aku pun pura-pura tak tau, sok bertanya ini Hafid ya? Teman lamaku yang kemarin malam mengajak chat..
Perkataan seperti anak panah, begitu cepat melesat, keluar, berlari....
Lama-lama kehadirannya dalam dunia mayaku semakin jelas, sebagai sosok yang dekat, bercerita tentang berbagai macam pengalaman dan kebiasaannya, pekerjaannya hingga rencana pernikahannya ke depan. Begitu seterusnya permbicaraan ini berlangsung, berjalan tanpa arah yang jelas. Saling merasa dekat dan nyaman. Sebuah perasaan yang muncul setelah kebiasaan.

****
ANGIN dingin menyembul dari celah-celah tirai yang membuka, mempersilahkan hawa dinginnya menyapa setiap organ thermoreseptor makhluk hidup yang ada...
Minggu terakhir di bulan mei.
Jam 04. 20 aku terkesiap mendengar sebuah pesan singkat masuk ke hapeku sepagi ini.. pesan singkat dari TELKOMSEL.. dengan mata yang  belum sempurna membuka, kuraba-raba selimutku, mencari benda berbentuk persegi itu. tanggal 26 mei, jelas terpampang di layar hape, tinggal enam hari lagi menuju Juni...

Antara sadar atau tidak, aku bangun menuju kamar mandi, mencuci muka sedikit, lalu masuk lagi ke kamar, mencari Laptopku yang tadi malam ku simpan di pojok. Tadi malam dia memintaku untuk  mengirimkan rancangan penelitianku, jika aku sempat, tepat sekitar pukul 2 pagi aku baru membaca pesan singkat itu. modem huawei milik temanku pun menjadi objek yang kucari-cari di kegelapan kamar seperti ini, eh... gak enak hidupkan lampu, khawatir menganggu kelelapan temanku.
Ku buka laman gmail. Lalu membalas email darinya dengan sebuah rancangan penelitian. Semoga saja bermanfaat, pikirku..
Sayup-sayup suara orang mengaji terdengar di masjid di sebrang kontrakan, terdengar segar nan indah... segera kututup lagi laptopku, setelah memastikan bahwa email sudah terkirim.  Setelah menyentuh ademnya air dan sejuknya angin subuh, mataku perlahan membuka sempurna.

Sejak tiga minggu terakhir, bangun sebelum subuh sudah lama tak kulakukan.. sepanjang malam berkutat di depan Laptop dengan mesin printer yang menyala dan tumpukan kertas yang berserakan. Tidur di atas jam 23. 00 dan alamat bangun setelah azan subuh berkumandang di setiap penjuru.
***

Baik aku dan dia, mungkin sudah kehabisan bahan cerita setiap kali berbicara via phone... setelah bertanya kabar, setelah itu ejek-ejekan... beruntung jika ada bahan yang menarik yang bisa dibagikan, jika tidak.. kita hanya diam...
“” Si bucuk dan sikebong” menjadi bulan-bulanan aku dan dia, sebuah ejekan yang tak ampuh, hanya meramaikan pembicaraan saja.....
“ Ape buat kak? ... Selang beberapa menit ku kirim sms ini...
“ Udah makan adek? “ balasnya, memang satu ini bisa dimaklumi. Aku sendiri kadang bingung mau balas apa jika ditanya lagi ngapain...
Bertegur sapa via phone bukanlah hal yang menarik mungkin untuk orang yang belum pernah ketemu, sama sekali.... Tapi entah apa yang membuat aku dan dia masih berkomunikasi hingga saat ini..
“ Kita ketemu yuk malam ini di Jakarta... “
“ Duh, adek tak bisa kak....., lagi masa-masa pailit” gumamku...
Sebenarnya ini adalah tawarannya yang kesekian kali, mengajak bertemu di ibukota atau di kota ini... tapi, selalu saja aku menolak..  Alasanku tak jauh dari finansial jika mengajak bertemu di Ibukota pada akhir bulan.

***
Rintik hujan jatuh lagi menjelang sore. Petang seperti ini aku masih berada di angkot. Sepanjang perjalanan aku asyik menikmati kabut yang hampir menutupi langit dari balik jendela angkot, suasana yang temaram nan sejuk... deringan klakson dari berbagai jenis kendaraan terdengar berkali-kali, seolah-olah anak kecil yang tak peduli pada keadaan, tetap saja merengek, padahal semua kendaraan sedang terjebak dalam situasi yang sama, yaitu macet.
Aku iseng mengirimkan pesan singkat padanya, sekedar say hello untuk hari ini, sebelum dia benar-benar menghilang. Dengan penampilan yang mulai kusam, setelah setengah hari sibuk mencari dan memilih kenang-kenangan yang tepat diberikan kepada guru pamong, aku pun mengakui bahwa kali ini aku pantas dipanggil bucuk olehnya.

“ Kk bucuk, lagi ngapain?” pesan terkirim
“ Tak adelah.. “ pesan terjawab.
Sssttt...... diam beberapa lama...
“ Kk ape kabar? “
“ Alhamdulillah sehat”... tuuuttt... sms terputus lagi...
Kulemparkan lagi pandanganku ke luar, melihat-lihat bangunan tua yang masih berjejer rapi dan menjadi ciri khas kota ini.. dari Landmark, trotoar yang bermarmer orange, bank Indonesia, gedung-gedung sekolah peninggalan Belanda.. Seakan menjadi saksi bisu bahwa benar kota ini pernah menjadi lautan api...
Jajanan khas kota ini pun sudah mulai digelar, mungkin sejak pagi.. sangat padat.. memenuhi hampir setiap sisi jalan. Dari yang berjualan ketan bakar, cireng, roti kukus dan roti bakar, cilok, aneka macam gorengan dengan saus kacang, es royo-royo, soto Bandung, Brownies amanda, dan beragam makanan berat lainnya.. Cukup menjadi alasan bagi pejalan kaki untuk berhenti sejenak dan membeli...
Aku sibuk mengotak-atik hapeku, membaca pesan singkatnya yang dahulu-dahulu, beginilah kalau pergi sendirian. Celingkukan karena tak ada teman ngobrol. Tapi sejujurnya aku lebih senang berpergian sendiri, karena tak ada yang bakal direpotkan...

“ Kk, sudah makan? “ Akhirnya ku kukirim juga, setelah sejenak berpikir dikirim atau tidak.
“ Udah adek... “ pesan terjawab.
Sms terputus lagi.
Dia mulai sibuk memanggilku dengan berbagai macam panggilan, di mulai dari Husna yang pertama kali, lalu Ummah sejak tau nama asliku, lalu adek dengan alasan biar dekat, lalu bucuk, lalu sayang... Dia memang senang bercanda. Senang sekali meminta kiss, ku tanggapi sebagai candaan saja atau mungkin aslinya memang seperti itu? “ Kadang berbicara padanya pada tengah malam merupakan hal yang menarik, karena kita selalu membicarakan hal-hal yang serius, walaupun sekedar berbicara saja... Kenapa laki-laki lebih dulu berubah dibanding wanita? Pikirku.. Komunikasi seperti ini memang membosankan..

****
Aku kehilangan semangat akhir-akhir ini, di tambah lagi dia yang selalu membuatku tertawa sudah semakin memudar. Tapi aku pun tak bisa melakukan apa-apa, kita hanya berteman, yah.. tanpa kepentingan! Jadi biarkan langit mengambil lagi.
Aku teringat dengan pembicaraan kita di awal-awal “bertemu”.. sangat hangat dan menyenangkan... tapi, aku juga menyadari tak mungkin suasananya akan selalu sama dan yang dibicarakan akan tetap sama. Mungkin lebih baik menjaga komunikasi dari jauh saja dulu, dengan tidak saling bertegur sapa lagi, kembali ke kebiasaan awal.

***
Beberapa pekan kemudian....
Langit sudah sempurna menghitam, dengan cahaya lampu neon dan beragam lampu lainnya sebagai pengganti sinar matahari di malam hari..
Tepat sudah beberapa pekan aku tak pernah lagi mengirimkan pesan singkat untuknya, walau terkadang ingin sekali bertanya kabar, tapi aku langsung memilih diam, dan tidak memulai duluan. Aku pun tenggelam dalam kesibukanku menyelesaikan tugas akhir kuliah ini.. dan mungkin dia juga sibuk mempersiapkan dirinya untuk kuliah magister.
Skype, YM dan Facebook, jejaring sosial yang biasa kita gunakan pun menjadi diam. Tak ada acara like-like-an lagi, ngajak Chat atau skype.
Malam senin di pertengahan Juni...
Aku ingat malam ini adalah jadwal rutinnya maen futsal. Yah, aku membayangkan dia memakai kostum bola putih-putih lalu menendang bola dengan gesitnya dengan keringat yang bercucuran.. lama sudah aku tak mendapat kabar darinya, mengabarkan padaku, kalo dia mau futsal dulu... lalu aku berpesan “ Selamat berolahraga”

Seperti pacaran bukan? Mirip sekali, saling perhatian tanpa ada sebutan nama. Tapi itu berlangsung dulu, sejak februari akhir hingga akhir Mei...

Akhir Juni sudah semakin dekat, tanggal 28 Juni merupakan jadwal sidang yang sudah ditetapkan kampus bagi mahasiswa yang ingin wisuda pada bulan agustus.. nafasku seperti tersengal ketika membayangkan hari itu, bisakah aku menyusul? Bisakah aku memenuhi tantangan dosen pembimbingku untuk wisuda agustus ini?
Semakin mendekati hari H, tidur dan makanku semakin tidak teratur. Makan ketika perut benar-benar sudah mengaduh, tidur ketika mata sudah  hampir tertutup. Aku teringat perjuangan Daus dalam Novel “ Negeri Van Orange”  yang melakukan pengorbanan besar  untuk mendapat gelar master. Sebuah novel yang menginspirasi.
“ Kamu bisa melakukan ini Ummah, padahal kan baru skripsi. Kalo serius mah, 3 hari juga beres” Nasehat profesorku yang kupilih januari lalu sebagai pembimbing skripsi. Satu nasehat yang langsung menonjokku, targetku menyelesaikan skripsi satu semester hampir mendekati.. saat seperti ini benar-benar berubah menjadi hamba yang shaleh..)

Lama-lama aku menyadari, bahwa kemungkinan untuk bertemu dengannya sudah semakin menipis, terang saja.. sudah beberapa lama aku dan dia vakum, alih-alih mau ketemu langsung, bertegur sapa saja sudah tak lagi.
Rutinitasku menyelesaikan skripsi ini membuatku tak terlalu memikirkannya, dan mungkin juga dia disana, pikirku sesekali. Sesekali aku membuka profil facebooknya ketika aku sedang online.. sekedar ingin tahu status terbaru darinya.. jujur ada rasa rindu, rindu untuk bergurau lagi...

***
Aku percaya dengan sebuah kalimat “ Apa yang kita usahakan takkan pernah sia-sia” Allah menjawab do’aku... Entahlah, bagaimana rasa lega itu mampu menjawab semua kegundahan yang sudah menyelinap beberapa bulan. Aku menyelesaikan tugas ini.

***
Langit seakan-akan menampakkan wajah terharunya, seketika aku terbayang dengan sosok ibu, yang mungkin akan menemaniku saat-saat seperti ini. Berpose bertiga dengan bapak di belakang background khas wisudaan. Tak terasa, ujung kelopak mataku semakin berat oleh air mata, ketika membayangkan sosok beliau yang sudah lama pergi. Ingin sekali aku menyalami beliau hari ini, lalu mencium pipinya dan mengucapkan banyak terima kasih. “ Ibu, pernahkah aku membuatmu bangga? “

***
Minggu pertama di bulan Juli..
Minggu ini aku siap berkemas, sibuk menyiapkan barang-barang yang akan diangkut pulang, termasuk buku-buku kuliah dan buku-buku non-kuliah. Sibuk mencari oleh-oleh yang akan kubagi-bagikan pada 7 keponakanku yang sudah lama menanti kedatanganku, lebih tepatnya menanti oleh-olehku.

aku sudah membooking tiket pulang ke Pekanbaru, entah kenapa aku begitu nekat, yah aku ingin memenuhi janjiku, bertemu dengan nya sekali saja, tepatnya setelah tugas s1 ku beres. Kali ini aku tak memberi kabar padanya, aku ingin mengabari ketika aku sudah di bandara pekanbaru, terserah dia lagi ngapain, pokoknya dia harus jemput aku. Pikirku membayangkan.  Pertemuan yang sejak lama dinanti-nanti. Dari Februari....

Entahlah, Kenapa Tuhan mengenalkan aku dengannya? Seketika aku ingin tau akhir dari kisah ini. Bisakah berbaring menatap langit menulis di atas awan tanpa batas? “






Tidak ada komentar:

Posting Komentar