Malam ini serasa kau
ada disini, menyemangatiku dan mengatakan " mamak akan selalu mendoakanmu
nak,...." seperti itulah kata-katamu tiap kali menutup telpon, simpel
memang, tapi aku tau doamu langsung melesap ke langit, tak seperti doaku padamu,
yang tersendat-sendat, tak semurni cintamu padaku.
Aku selalu
mengabarimu tentang suatu hal, yang menurutku itu perlu kukabari.
Seperti aku mau ikut
lomba, aku dapat beasiswa, aku dapat kerja, atau nilaiku yang menaik atau
menurun. Sekedar memberi tahu saja, mungkin aku menganggap itu hal biasa, tapi
aku tak tau, dengan menyampaikan hal itu, apakah kau senang mak?
Mak, besok aku mau
seminar proposal, menyampaikan rencana penelitianku di depan orang banyak. Mak,
aku tau jika kau masih ada, kau pasti akan bilang, " mamak selalu
mendoakanmu nak... "
Pun, malam ini aku
merasa kehilangan untuk kesekian kali, aku kehilangan tempatku mengabari
"kabar kecil" ku ini....
Mak, orang-orang
kini menyebutmu dengan gelar di depannya " almarhumah", tapi kenapa
serasa aku tak bisa mengucapkan hal itu, kusebut saja "mamak-ku"
tanpa gelar didepannya... Sebab, aku memang tak biasa.. Sebab lain juga, karena
aku merasa kau masih ada disini, seperti biasa.. Kita memang selalu jauh, aku
di Bandung dan kau ada di rumah, hanya saja sudah lama aku tak menelponmu,
yah... Itulah anggapanku mak.
Mak, malam ini malam
jumat... Aku selalu ingat, jika aku ada dirumah, kau selalu menyuruhku untuk
membaca surah Yasiinn, al-Mulk... Aku tak mau bertanya, kenapa harus surah itu?
Aku kadang membaca saja, sekedar membaca yasiinn saja, tanpa surah al-Mulk..
Mak, setelah lama,
dan setelah kau tiada lagi, aku belum sempat bertanya, kenapa harus surah itu?
Aku baru mengetahui
setelah aku membaca beberapa buku-buku, kenapa surah itu special dibaca.
Mak, pernahkah aku
membanggakanmu?
Terang saja,
bahagiaku kini tak sebahagia dulu, ketika kau ada... Serasa ada yang kurang,
karena kau tak ada.
Kau selalu senang
setiap kali aku pulang, kau tak pernah mau tidur bersama bapak ketika aku
pulang, kau selalu mengajakku untuk tidur bersamamu, ahh.. Bagimu, aku memang
masih kecil.
Kau selalu berusaha
memasakkan masakan yang aku suka tiap kali aku pulang, karena kau bilang "
aku juga jarang pulang". Kau berhasil mengubah hal sederhana menjadi hal
yang luas biasa mak, rumah tak pernah sepi dari makanan dan pijitanmu ketika
aku ada di dekatmu..
Mak, sedikit saja
aku sakit.. Kecemasanmu melebihi kecemasanku terhadap diriku sendiri.
Aku selalu mengusik
tidurmu mak, aku tau itu. Sejak aku kecil, ketika aku sakit.. Hingga aku dewasa
menurut versiku, kau masih menganggapku anak kecil, yang harus dimanja ketika
sakit, dimasakkan bubur nasi, agar aku mudah menelan, dimasakkan makanan yang
aku suka, menggantikan teh panas setiap waktu, walau tak kusadari, tapi aku
sadar teh itu selalu terasa hangat ketika aku terjaga dan mau meminumnya, belum
lagi kau yang rutin menggantikan kompresku, walau aku telah tertidur pulas,
menarik selimutku agar sempurna menutupi tubuhku, serasa tak rela angin
menyelusup masuk. Belum lagi tanganmu yang cekatan memijatku, tak perlu aku
beri tau, yang ini mak, yang itu mak.. Belum lagi kau yang rajin mengolesi
minyak hangat dibagian tubuhku yang dingin, mengaji di sampingku, memegang
tanganku erat, sekedar memastikan bahwa kau tak meninggalkanku..
Pun setelah aku
sehat, rasa senangmu melebihi senangku terhadap diriku sendiri. aku lupa
mengucapkan "terima kasih", aku benar-benar lupa, bukan lupa.. Memang
karena aku tak biasa mengucapkan kata-kata seperti itu padamu.
Aku suka
mengantarkanmu mak, kemana kau mau pergi.. Pagi-pagi aku sudah siap memanaskan
motor, yah aku senang mengantarmu ke pasar, kita berkeliling mencari sayur,
ikan, atau apapun itu. Walau jalannya sempit, aku selalu memaksakan agar kau
tak turun dari boncenganku.. Tapi tetap saja kau memaksaku, kau mau turun
disini.. Yah.. Aku turuti saja mak, walau sebenarnya masih bisa menyalip ke
jalan itu menggunakan motor. Karena aku jarang-jarang bisa mengantarkanmu
kepasar,...
Banyak sekali
pekerjaan "kecil" yang kulakukan rutin tiap kali aku pulang, kau
memintaku memasukkan benang ke dalam lubang jarum, memintaku mengolesi minyak
mesin jahit ke mesin jahit tuamu, menyetrika kan bajumu, mengantarkanmu kemana
kau mau pergi, menemanimu ke pengajian, membantumu masak.
Aku akan rindu
dengan pekerjaan-pekerjaan 'kecil" itu setiap kali aku pulang mak.. Dengan
siapa aku kepasar, tak akan ada lagi yang memintaku memasukkan jarum ke lubang
benang, mengolesi minyak ke mesin jahit, ah.. Entahlah.. Semua pergi begitu
saja mak.
Aku senang, aku
masih bisa melihatmu saat-saat terakhir itu, walau aku tak bisa ada disampingmu
saat malaikat datang menjemputmu, tapi aku senang bisa ikut memandikanmu,
menyolatkanmu dan melihat kau di makamkan ke tempat terakhirmu.
Kaku sekali, dingin
membeku, pucat memasih, diam membisu.. Begitulah kondisimu, saat pertama kali
aku pulang melihatmu mak...
Sudah ada kain yang
menutup sempurna tubuhmu, dengan tanganmu yang dilipat, persis sekali aku
melihat senyum terakhirmu mak..
Aku cium kau
lekat-lekat... Aku dekap tanganmu yang telah melipat itu, aku cium lagi kau
lekat-lekat, aku membisikkan permohonan maaf ke telingamu, sekuat mungkin
kutahan tangisku, kupersiapkan diriku selama diperjalanan mau pulang itu. .
Terima kasih mak,
atas semua kasih sayangmu sejak kau lahirkan aku hingga akhir hayatmu, atas
semua kasih sayang yang belum kubalas, atas semua perhatian tulusmu, atas semua
doa mu, atas emua masakan enakmu, atas semua nasehatmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar