Sabtu, 07 Desember 2013

Ada pelangi di matamu 1

Temaram, jauh kupandangi laut.. membiru sepanjang pesisir.
Di balik kaca ini, rumah-rumah memiliki kiblatnya masing-masing, membelakangi laut, menghadap utara, barat laut.
Aku dan matahari, terasa dekat dibalik kaca ini.

Tampak kapal yang semakin lama semakin ke utara dari arahku.
Mungkin sekitar 270 celcius, betapa sangat panas. Ruangan ini mulai melajukan ekskresi keringatku.
Saraf-saraf sensorik pun mulai mengirimkan impuls ke pusat, saraf-saraf motorik membuatku tergerak untuk meraih remote pendingin ruangan.

Semakin siang, matahari semakin menuju garis puncaknya, membuat bayang-bayang orang yang berlalu lalang sempurna tegak di depannya.
Kota ini, sempurna mengkilat-kilat. Tapi aku menikmatinya.
Seseorang, seperti apapun dia. Dia butuh saat untuk menyendiri. Bahkan untuk sekedar menghelakan nafas.
Jika sudah seperti ini, fikiranku kembali menuju tentangnya.
Sebuah lingkaran kecil bernama keluarga. Sejauh aku pergi, lingkaran itu seolah-olah menyertai.
Ada tawa yang renyah, ada senyum yang polos, ada harapan yang membuncah, ada tangis kehilangan, ada masakan nikmat.
Awal 2013, hari-hari seperti panah yang melesat.
Tak terasa, hampir setahun semenjak hari itu, aku terbiasa tanpamu.
Dan moment-moment indah lainnya, tanpamu.
Apa kabar mu di sana Ibu?

ada pelangi di matamu

Langit sore ini biru seperti biasa, angin pun berhembus biasa, sama halnya dengan anak-anak yang bermain layang-layang di lapang masjid.

Aku menghitung, setiap kali kubersihkan asbak kaca itu. Berapa puntung rokok yang sudah dihabiskan, satu-dua semakin bertambah saja jumlahnya. Tak perlu aku yang memulai bicara duluan, waktu yang akan mengantarkan aku pada saat itu. Untuk saat ini, aku pun ikut diam.

Ada saja yang mengingatkan ku tentangmu, seperti halnya dengan daster yang kukenakan sekarang, ini daster yang paling kau senangi kan ibu? Kau selalu meminta aku untuk menggosoknya. Kau selalu cantik, cantik sekali, bahkan dalam mimpiku dua pekan yang lalu, kau terlihat lebih muda.

Sesekali kupandangi fotomu, sibuk kucari kesamaan dalam rautmu. Kau jauh lebih cantik ternyata dibanding aku. Betapa beruntung nya Bapak, memiliki istri sepertimu.

Andai bisa aku cerita, aku ingin sekali bertanya, bagaimana cara membaca mata laki-laki?
Laki-laki itu lebih memilih diam dan berdiskusi dengan dirinya sendiri ditemani berbatang-batang rokok, ah seandainya aku bisa jadi teman curhat Bapak, bergelayut di bahu nya. Sudah lama memang, aku tak melewatkan moment itu dengan Bapak.

Dan puntung-puntung rokok yang semakin bertambah itu pun terjawab.
Tak kutanyakan memang, aku mendengarnya langsung.