Belum halnya, beberapa hari ini. Aku merasa waktu
mengajarku banyak disita, entahlah apa yang diprioritaskan sekolah ini. Jika
ada pihak yang mempunyai nama, minta izin promosi ke kelas-kelas, serta merta
saja di izinkan, lalu membiarkan aku yang sedang praktikan menyimak promosi
mereka tanpa merasa bersalah telah mengambil jam mengajarku, kamu mahasiswa
kan? Ucapan akhirnya. Ingin rasanya ku jelaskan, bukan karena aku mahasiswa
atau guru sebenarnya, tapi anak-anak sudah terlalu jauh ketinggalan materi.
Begitulah, dua kelas sudah jam mengajarku di sita oleh pihak-pihak yang bernama
itu.
Belum halnya lagi, ketika aku sudah mempersiapkan bahan
mengajar jauh hari sebelumnya, tiba-tiba saja aku dipanggil seorang wali kelas,
lagi-lagi meminta waktu mengajarku dengan alasan ingin merayakan ulang tahun
siswa nya dengan permintaan dari orang tua siswa itu sendiri.. Mengelus dada,
mengernyitkan dahi dan menyesak sejenak rasanya. Aku baru mengerti sekarang
bahwa kehilangan jam pelajaran itu sangat berharga.
Sekolah, lalu balik kekampus, lalu balik ke perpus,
lalu balik ke kosan, lalu ke sekolah lagi...Rutinitas yang memang tiada
berakhir sebelum nyawa terlepas..
Siang berganti malam,
sesekali hujan turun lagi mengukung kota ini..., sesekali panas lagi.
Tak lepas hari ini aku
menyaksikan baju kebesaran itu lagi memenuhi kampus, macam-macam arak-arakan
disajikan, membuat jalanan kampus memadat, tari-tarian adat, lagu daerah,
pantomin, dan berbagai kreasi ditampilkan, sesekali terlihat wisudawan itu
mengabadikan momen bahagia ini dengan berpose dengan kedua orangtuanya di
belakang layar besar yang sengaja di pasang, dengan gambar bangunan-bangunan
kampus dan gambar buku-buku yang tersusun apik di rak.
Sesekali lewat pedagang bunga menawarkan bunganya dengan berbagai macam bentuk, indah sekali dan sangat segar, seperti baru dipetik, karena memang bunga alami dan di taro di air. Entah siapa yang memulai tradisi memberi bunga ini kepada para wisudawan, wisudawan yang terbanyak mendapat bunga sudah tertebak bahwa dia punya banyak teman, atau banyak yang kenal atau sebut saja dia aktivis. Terlihat senyum mengambang dari bibir mereka, ucapan selamat dari para sahabat, sesekali memeluk, bersalam semut atau memberi semangat, seolah-olah berkata ayoo segera menyusul.
Sesekali lewat pedagang bunga menawarkan bunganya dengan berbagai macam bentuk, indah sekali dan sangat segar, seperti baru dipetik, karena memang bunga alami dan di taro di air. Entah siapa yang memulai tradisi memberi bunga ini kepada para wisudawan, wisudawan yang terbanyak mendapat bunga sudah tertebak bahwa dia punya banyak teman, atau banyak yang kenal atau sebut saja dia aktivis. Terlihat senyum mengambang dari bibir mereka, ucapan selamat dari para sahabat, sesekali memeluk, bersalam semut atau memberi semangat, seolah-olah berkata ayoo segera menyusul.
Aku memilih tempat yang
teduh, memoto-moto sejenak para wisudawan itu, meski ada yang tak ku kenal, ku
foto saja, sekedar mencari gambar terbaik. Pulang sekolah membuatku ingin
segera berada di kosku.
Ingin rasanya segera
menggunakan baju kebesaran itu.
Aku sangat suka mengambil
gambar seseorang, entahlah dia marah atau tidak, seolah-olah orang-orang
disekitarku adalah artis, yang patut ku ambil gambarnya, kukoleksi saja.
Sekedar mengisi waktu luangku. Aku mengambil gambar siswa
ku yang sedang mencontek saat ulangan, siswaku yang sedang merajut asmaranya,
mungkin aku dikira autis, tapi biarkan saja.
Hari-hari kembali ke
peraduannya, menandakan sudah beberapa pekan dan berapa bulan aku hidup, dan
berkenalan dan bertemu dengan beberapa orang.
Beberapa orang yang menginspirasi.