Sabtu, 21 April 2012

Just a oren apple

Pagi ini seperti pagi-pagi rabu sebelumnya, aku memberi hukuman bagi anak-anak yang datang lewat dari sepuluh menit dengan hukuman menyapu kantor, membersihkan halaman sekolah, menghapal surah-surah pendek dan lain sebagainya. Tapi, bagaimana jika yang telat adalah gurunya, kembali ke pasal satu. Dimana jika atasan salah, selalu kembali ke pasal satu. Itulah contoh mini peraturan yang tidak merakyat, hanya membatasi pihak yang tak membuat.


Belum halnya, beberapa hari ini. Aku merasa waktu mengajarku banyak disita, entahlah apa yang diprioritaskan sekolah ini. Jika ada pihak yang mempunyai nama, minta izin promosi ke kelas-kelas, serta merta saja di izinkan, lalu membiarkan aku yang sedang praktikan menyimak promosi mereka tanpa merasa bersalah telah mengambil jam mengajarku, kamu mahasiswa kan? Ucapan akhirnya. Ingin rasanya ku jelaskan, bukan karena aku mahasiswa atau guru sebenarnya, tapi anak-anak sudah terlalu jauh ketinggalan materi. Begitulah, dua kelas sudah jam mengajarku di sita oleh pihak-pihak yang bernama itu.

Belum halnya lagi, ketika aku sudah mempersiapkan bahan mengajar jauh hari sebelumnya, tiba-tiba saja aku dipanggil seorang wali kelas, lagi-lagi meminta waktu mengajarku dengan alasan ingin merayakan ulang tahun siswa nya dengan permintaan dari orang tua siswa itu sendiri.. Mengelus dada, mengernyitkan dahi dan menyesak sejenak rasanya. Aku baru mengerti sekarang bahwa kehilangan jam pelajaran itu sangat berharga.
Sekolah, lalu balik kekampus, lalu balik ke perpus, lalu balik ke kosan, lalu ke sekolah lagi...Rutinitas yang memang tiada berakhir sebelum nyawa terlepas..


Siang berganti malam, sesekali hujan turun lagi mengukung kota ini..., sesekali panas lagi.
Tak lepas hari ini aku menyaksikan baju kebesaran itu lagi memenuhi kampus, macam-macam arak-arakan disajikan, membuat jalanan kampus memadat, tari-tarian adat, lagu daerah, pantomin, dan berbagai kreasi ditampilkan, sesekali terlihat wisudawan itu mengabadikan momen bahagia ini dengan berpose dengan kedua orangtuanya di belakang layar besar yang sengaja di pasang, dengan gambar bangunan-bangunan kampus dan gambar buku-buku yang tersusun apik di rak. 

Sesekali lewat pedagang bunga menawarkan bunganya dengan berbagai macam bentuk, indah sekali dan sangat segar, seperti baru dipetik, karena memang bunga alami dan di taro di air.  Entah siapa yang memulai tradisi memberi bunga ini kepada para wisudawan, wisudawan yang terbanyak mendapat bunga sudah tertebak bahwa dia punya banyak teman, atau banyak yang kenal atau sebut saja dia aktivis. Terlihat senyum mengambang dari bibir mereka, ucapan selamat dari para sahabat, sesekali memeluk, bersalam semut atau memberi semangat, seolah-olah berkata ayoo segera menyusul.

Aku memilih tempat yang teduh, memoto-moto sejenak para wisudawan itu, meski ada yang tak ku kenal, ku foto saja, sekedar mencari gambar terbaik. Pulang sekolah membuatku ingin segera berada di kosku.

Ingin rasanya segera menggunakan baju kebesaran itu.
Aku sangat suka mengambil gambar seseorang, entahlah dia marah atau tidak, seolah-olah orang-orang disekitarku adalah artis, yang patut ku ambil gambarnya, kukoleksi saja. Sekedar mengisi waktu luangku. Aku mengambil gambar siswa ku yang sedang mencontek saat ulangan, siswaku yang sedang merajut asmaranya, mungkin aku dikira autis, tapi biarkan saja.

Hari-hari kembali ke peraduannya, menandakan sudah beberapa pekan dan berapa bulan aku hidup, dan berkenalan dan bertemu dengan beberapa orang.  Beberapa orang yang menginspirasi.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar