Senin, 25 Februari 2013

Bukankah ikhlas itu indah?



Ikhlas, menyebutnya saja ada perpaduan huruf k dan h, menjadinya lembut didengarkan dan indah diucapkan, seikhlas kita mengucapkannya.
Masih ingat kisah Nabi Yusuf a.s dan Zulaikha?

Kisah cinta yang tak kalah hebatnya dengan kisah cinta Romeo dan Juliet atau kisah cinta Barat lainnya. Bahkan kisah cinta Nabi Yusuf a.s ini lebih patut dijadikan contoh, bukan hanya sekedar diriwayatkan.
Nabi Yusuf yang diuji dengan ketampanannya yang luar biasa, yang tak bisa diimajinerkan seperti apa. Bagaimana Zulaikha sebegitu tertariknya oleh Nabi Yusuf, ternyata tampannya bukan hanya sekedar fisik, tapi juga budi pekertinya. Nabi Yusuf yang dengan segenap kemampuannya, mampu mempertahankan kehormatannya sebagai laki-laki walau harus mendekam di bui tanpa salah. Yang pada endingnya, Allah lah yang mempertemukan kembali dua hati yang pernah terpaut pada waktu yang tepat.

Kalau difikir-fikir, apa susahnya ya untuk ikhlas? Wong, kita ini gak punya apa-apa, tapi hak kepemilikan terhadap sesuatu itu serasa tinggi banget. Kalau difikir-fikir lagi, Allah sangat menguji kita, sejauh mana kita mengikhlaskan sesuatu harus enyah dari kita, eh ketika sudah bisa ikhlas Allah malah menghadiahkannya kembali pada kita. Bukankah itu indah? Buktinya kisah cinta Nabi Yusuf a.s dan Zulaikha.

Masih ingat gak ama cerita kiamat udah dekat? Sinetron ramadhan ini sangat menyentuh menurutku, nilai-nilai islamnya sangat tercitrai. Andre, sosok pemuda zaman kini yang jatuh hati pada zaskia (lupa nama perannya siapa), Andre yang menyadari dirinya tak sepadan dengan Zaskia, mencoba beberapa kali belajar ikhlas, sampe plang masjid Ikhlas pun dicabut, karena tak mengerti ilmu ikhlas itu seperti apa. Dan pada endingnya lagi, Andre yang sudah mengikhlaskan Zaskia, eh malah dapetin Zaskia.. Bukankah ikhlas itu indah?

Kita hidup memang untuk diuji ya, masa iya Allah Sang Pencipta membiarkan kita hidup begitu saja tanpa tujuan. Kita sangat rapuh.

“Aku ikhlas ko ngelakuin ini semua buat kamu” Gombal banget ya dengarnya.. bener gak sih ikhlas? Tapi ngomongnya sambil ngarep dapet belas kasihan dari yang ngedenger.
Aku juga gak tau ukuran ikhlas itu seperti apa. Kalau kita beribadah, mengharapkan ampunan dari dosa, bisa dikatakan ikhlas gak? Apakah benar ikhlas itu tak boleh berharap? Tapi ternyata tidak juga, yah kita tidak berharap pada manusia, tapi kita justru berharap ridho Allah. Kurang defenitif ya? Baca lagi.

Malam beberapa malam yang lalu. Ustadz menceritakan tentang keikhlasan seorang pemuda. Tersebutlah suatu ketika pemuda itu menemukan sebungkus benda di tengah jalan, pemuda itu lantas memungut benda yang terbungkus itu, mengambil dengan maksud mengamankannya. Di suatu hari yang lain, seorang saudagar kaya raya sibuk membuat sayembara “benda yang hilang”. Seperti kisah-kisah lainnya, barang siapa yang menemukan, akan mendapat uang pengganti yang sangat besar. Kali ini penggantinya uang kawan-kawan, bukan akan dijadikan suami jikalau laki-laki dan dijadikan saudara perempuan jikalau perempuan.

Singkat cerita, pemuda itu mendengar kabar sayembara benda hilang. Pemuda itu pun langsung menemui yang empunya benda, tak serta merta memberikan benda yang hilang, alih-alih bertanya, mencocokkan seperti apa ciri-ciri benda yang hilang itu? apakah sama dengan benda yang ditemukannya di jalan? Setelah merasa cocok, pemuda itu pun memberikan benda kepada yang empunya. Sesuai perjanjian, yang empunya memberikan uang pengganti yang sangat besar. Apa coba jawaban dari pemuda berhati lurus itu?

“Saya hanya diberikan amanah untuk menyimpannya sebentar, ini sejatinya adalah barang Anda, saya hanya mengembalikan, biarlah Allah yang membalas semuanya”.

Tau gak, apa kira-kira benda yang terbungkus itu? kalo cuma benda biasa, hilang juga gak masalah kali ya.. wong itu mutiara berbentuk kalung.
Singkat cerita lagi, sang pemuda bermaksud berlayar ke suatu pulau, di tengah laut kapal yang ditumpanginya terhempas badai hingga karam. Alhamdulillah pemuda tadi selamat, gak tau penumpang yang lain, karena gak diceritain.

Alkisah, pemuda itu terdampar di suatu pulau. Pulaunya ini alhamdulillah sudah cukup maju. Buktinya ustadznya bilang udah ada masjid. Namun, masyarakat di pulau itu buta huruf alqur’an. Alqur’an di masjid hanya dijadikan sebagai pelengkap, mereka sudah lupa bagaimana cara membacanya. Mungkin ini kali ya yang disebut bahwa hidup itu adalah sebab akibat. Maksud Allah mendamparkan pemuda itu di Pulau ternyata membawa akibat yang baik bagi masyarakatnya.

Sadar akan adanya seorang pemuda yang bisa baca Alqur’an, masyarakatpun berbondong-bondong belajar dengan pemuda berhati lurus itu. Lama-kelamaan, masyarakat setempat takut kalau pemuda itu bakal pergi jika ada kapal yang datang. Salah satu tokoh masyarakatnya mengajukan usul, bagaimana jika pemuda berhati lurus itu diikat saja agar tak kemana-mana? Tentu ikatannya bukan tali kapal kawan-kawan. Bahkan ikatan ini tak terlihat, tapi lebih kuat daripada tali buat sandaran kapal. Tali pernikahan tentunya. Pemuda berhati lurus pun menyetujui niatan baik masyarakatnya, karena pemuda itu sudah terlanjur percaya bahwa masyarakat di sana sangat baik, bagaimana tidak, sang pemuda cukup saja bertugas mengajarkan baca tulis Alqur’an, masyarakat pun dengan senang hati memberikan makanan yang baik-baik, semua hasil bumi kepadanya. Jadi bagaimana mungkin sang pemuda tidak percaya untuk urusan yang satu ini? Lagi pula pemuda ini berhati lurus, lilllahi ta’ala.

Tau gak wanita seperti apa yang disandingkan dengan pemuda berhati lurus itu? bukan wanita biasa tentunya, maksudnya wanita ini sudah diidolakan oleh banyak pria, pintar, dari keluarga kaya dan terhormat dan tentunya berhati lurus pula.

Bapak yang empunya wanita ini tak pernah menerima lamaran dari pria manapun yang mendekati anak gadisnya, seperti sudah dipesankan untuk seseorang. Bapak yang empunya wanita ini ternyata pernah berpesan dia akan menikahkan anaknya dengan pemuda yang soleh. Entahlah ukuran soleh itu seperti apa.

Di hari yang telah ditentukan, bertemulah kedua insan yang memang sudah Allah tuliskan di kitab yang ada di Surga, bahwa mereka akan berjodoh. Ketika melihat calon bidadarinya, alangkah terkejut bukan main pemuda itu. masyarakatpun tak menyangka, bahwa ustadz nya ini kalau melihat wanita cantik sama saja, kelilipan!

Tapi, bukan karena cantiknya yang buat pemuda berhati lurus itu terperanjat kaget. Kalung. Yah, kalung yang pernah ditemukannya di jalan. Kalung itu sedang melingkar di leher calon bidadarinya. Bagaimana mungkin?  

Cerita punya cerita, ternyata bapak wanita yang cantik itu pernah berwasiat sebelum meninggal, bahwa ia hanya akan menikahkan anak gadisnya dengan laki-laki soleh yang sangat berhati lurus. Bapak wanita itu ternyata saudagar kaya raya yang pernah kehilangan kalung mutiara.

Allahu Akbar!

Sungguh Allah Maha perencana ya kawan-kawan, padahal pemuda berhati lurus itu sudah ikhlas tidak mendapat hadiah uang dari saudagar kaya atas perbuatannya. Eh, akhirnya malah dapetin bidadari jelita plus kalung itu. sekali lagi, bukankah ikhlas itu indah? 
Yah, jika saja kita mampu berfikir luas dalam segelap-gelapnya keadaan. Allah Maha Penguji. 

Semoga saja, kita bisa menjadi hamba yang profesional, diberikan ketetapan hati, kelapangan jiwa atas semua ketetapanNYA. 

Cerita sidang


Sore semakin condong ke timur, langit menguning, matahari pun sudah semakin reda panasnya...

Sudah sebulan lebih aku ditinggal teman kamarku, dia memutuskan untuk pulang duluan dan menikmati puasa penuh di sana.
Aku dengan satu tujuan, memilih untuk bertahan beberapa bulan lagi disini. Tujuan itu sudah kupampang besar-besar di kamarku, aku harus menyelesaikan ini di bulan juli. Yah, agar aku bisa pulang dengan tenang. Seperti mau mati saja target ini.. tapi, siapa yang tahu?

Senin 16 juli 2012

Hari ini, aku sudah mendaftarkan diriku sebagai peserta sidang periode juli beserta 7 orang teman-temanku yang lain. Dengan perasaan menanggung, apakah aku layak mengikutinya atau tidak, tetap saja kujalani. Terang saja, sudah beberapa kali aku mengikuti tes TOEFL yang menjadi standar kelulusan kampus, beberapa kali juga skorku tidak mencapai. Tes terakhir sekarang menjadi penentu, apakah aku sidang bulan ini atau bulan depan, gugup sekali menunggu hasil tes keluar. Setengah hari aku stand by di depan layar PC dan sesekali melongok ke website tempat diumumkannya skor hasil TOEFL, namun belum juga keluar. Dengan perasaan pasrah setengah hati, kubiarkan saja hari ini berlalu, tanpa harus bertanya langsung ke institusi yang bersangkutan, kenapa tesnya hari ini belum juga keluar? Aku pasti akan mendapatkan jawaban yang sama, dua hari kerja teh. Ujarnya.

Selasa 17 juli 2012
Menunggu jam 7 pagi serasa sangat lama. Masih pukul 5 pagi. Yah, beberapa hari ini, menunggu matahari terbit adalah hal yang menggugupkan bagiku. Sengaja aku menahan diri untuk tidak ke kampus pagi ini, aku akan melihat hasil skornya dulu.
Entah bagaimana lamanya, serasa semua kondisi didesain sedemikian rupa untuk menguji kesabaranku. Aku sudah berada pada titik nol, pasrah.
Tepat jam 10 pagi, pengumuman hasil skor sudah ada di website yang belakangan ini paling sering kukunjungi. Alhamdulillah yang bernama Khairul ummah hanya satu, jadi sekali mata memandang, aku langsung menemukan namaku. Entahlah, seperti apa rasanya saat itu, saat mimpi dan harapan dikabulkan, sujud syukur langsung kulakukan, terima kasih sudah mengizinkan aku untuk  mengikuti sidang besok.

Rabu 18 juli 2012
Matahari terbit sangat pagi rasanya. Berseragam sidang, aku pun langsung melangkah ke kampus. Bermacam-macam wirid dan doa yang kuhapal, kupanjatkan sebisaku. Saat-saat seperti ini, barulah rajin berdoa.
Namaku tertera di majelis 2, sebagai peserta kedua. Sesekali membuka-buka referensi yang kubawa, sesekali juga bercanda gurau dengan peserta sidang lainnya, mencoba mengusik gugup dengan tawa. Yah, bagaimanapun hasilnya nanti, lulus atau tidak lulus itulah yang terbaik, pernyataan yang menenangkan bukan? Namun, entahlah jika yang justru terjadi adalah pilihan kedua, perlu jiwa yang lapang untuk menerimanya.
Sekitar 45 menit aku menunggu temanku keluar dari ruang sidang itu, tak lama salah satu dosen penguji membukakan pintunya dan mempersilahkan aku masuk, aku teringat dengan pesan abangku, baca alam nasrah laka sadraq.... aku menjadi pengamal terbaik saat-saat seperti ini. Dengan langkah mantap, kutegapkan diriku untuk melangkah, melihat ketiga dosen penguji sudah duduk dengan manis di kursinya masing-masing. Sangat elegan dan menakutkan.
Silahkan kemukakan hasil penelitian Anda!
Klik, jemariku dengan cepat menekan tombol F5 untuk menampilkan power point yang sudah kupersiapkan sebelumnya, kumulai dengan latar belakang mengapa aku melakukan penelitian ini, rumusan masalahnya, prosedur penelitiannya, hasil kemudian kesimpulan. Baru sekejab aku berhenti bicara, salah satu dosen pengujiku sudah mengajukan pertanyaannya. Berfikir sejenak, jawaban terbaik apa yang akan kuberikan, langsung menjawab. Pertanyaan kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam dan seterusnya. Dan yang tidak kuketahui, aku jawab, maaf saya tidak tahu.
Silahkan keluar, sudah selesai! Aku langsung menutup presentasiku dan membereskan senjata yang telah kupersiapkan. Huft, keluar dari ruangan ini serasa plong dengan perasaan yang sangat menanggung, apakah aku lulus atau tidak?

Ada bermacam-macam ekspresi saat itu, ada yang khusyuk berdoa, ada yang selalu membuat lelucon, ada yang menangis dan ada yang biasa saja. Inilah waktunya, penentuan kelulusan kuliah yang telah ditempuh selama 8 semester ini. Begitu hebat perjuangan untuk mendapatkan tiga huruf itu.
Tepat pukul 14. 00 semua peserta sidang dipersilahkan masuk ke majelis sidang untuk mendengarkan hasil yudisium. Menunggu lagi untuk beberapa saat, dengan perasaan dingin tak menentu.

Tak lama, kedua dosen datang menggunakan baju batik dengan corak yang indah, tapi itu bukan lagi menjadi pusat perhatian utama, semua fokus tertuju pada map yang dibawa dosen. Mendengarkan nasehat dan sekapur sirih sejenak dari dosen, lalu yudisium pun dimulai.
Namaku menjadi nama terakhir kedua dari belakang yang disebutkan. Beberapa kali nama-nama temanku sudah disebutkan beserta yudisium dan IPKnya, sesekali juga terdengar tangis membuncah dan pelukan yang erat dari teman-temanku yang sudah dinyatakan lulus.
Khairul Ummah, ucap dosenku dan aku menyambungnya dengan menyebutkan NO induk mahasiswaku, 0800300. Anda dinyatakan lulus dengan IP 3,.... dan predikat sangat memuaskan. Hilang sesaat, lalu timbul lagi, serta merta kugenggam erat tangan teman disebelahku, aku ragu untuk melakukan sujud syukur, karena saat itu kita semua sedang duduk dikursi, padahal itu bukan alasan. Yah, aku hanya mengucapkan puji syukur atas nikmat Allah yang satu ini. Terima kasih Rabbku.

Dosen mengatakan, sampaikanlah berita kelulusan dan kesuksesan anda pada orangtua anda, karena merekalah orang pertama yang berhak untuk mendengar kabar ini.
Ketika yudisium ditutup dengan menyalami dosen dan saling berpelukan. Aku langsung berlari ke luar, ku ambil ponselku dan mencari no kontak bapak... bapak, aku lulus... ingin sekali aku mengabarkan berita ini kepada ibuku juga, maaf ibu,, aku telat mempersembahkan semua ini.
Tapi, kaulah yang menjadi motivasi terbesarku untuk segera menyelesaikan skripsi ini, ketika dirimu sakit, aku langsung ingin melaju, mengejar waktu, aku ingin sekali kau melihat aku wisuda. Aku ingin sekali berfoto bertiga bersama bapak dengan background khas wisudaan. Tapi, Allah berkehendak lain, aku mengejar satu semester, namun Allah telah memanggil ibuku duluan di awal semester.

Yah, kurasakan proses itu sangat indah, ketika aku berjuang mengejar waktu untuk ibuku dalam satu semester, ketika aku mendapatkan kabar pada malam di bulan januari yang gaduh itu bahwa ibu telah pergi.
Kubisikkan dalam hatiku, ibu... aku lulus.. selamat ramadhan ibu.
Aku sangat rindu padamu.